Jumat, 09 Maret 2012


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 EPITAKSIS

2.1.1 Definisi
Hidung berdarah ( Kedokteran : epistaksis atau Inggris : epistaxis ) atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah. Mimisan, baik yang bersifat menetes ( epistaxis ) maupun mengalir ( rhinorhagia ), secara harafiah berarti pendarahan hidung. Dalam pengertian sehari-hari semua perdarahan yang melalui rongga hidung, tanpa memandang asalnya, disebut mimisan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior ( depan ) dan posterior ( belakang ). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang arteri sfenopalatina ( merupakan tipe yang biasa terjadi ).

2.1.2 Etiologi
Kasus epistaxis pada hewan besar banyak dijumpai pada kuda. Epistaxis sendiri dapat disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer meliputi trauma kepala, abses pada septum nasi, sinus nasi, dan pharynx, adanya benda asing yang melukai vasa darah, sinusitis, tumor, mikosis saccus gutturalis, dan EIPH. Trauma kepala bisa terjadi akibat benturan kepala ke dinding kandang, terjatuh, yaitu kelukaan akibat pemasukan alat bantu ke dalam atau melalui cavum nasi. Trauma ini menyebabkan membran mukosa dan atau os turbinata terluka. Biasanya disertai dengan fraktur dan kebengkakan pada daerah yang terluka. Kondisi akan nampak lebih parah jika hewan menundukkan kepala.
Adanya abses di septum nasi, sinus nasi, maupun pharynx bisa menyebabkan hemoragi, baik unilateral maupun bilateral. Pada saat makan, terkadang makanan yang masuk juga bisa melukai pembuluh darah sehingga menyebabkan hemoragi. Pada kasus sinusitis, terjadi pengikisan pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, dan biasanya disertai dengan pus yang sama banyak dengan jumlah darah yang keluar. Pada domba epistaxis biasanya disebabkan oleh infeksi larva Oestrus ovis.
Tumor biasanya terjadi pada saluran nafas bagian atas, antara lain polip nasal, ethmoid hematoma, squamous cell carcinoma, granuloma pada sapi dan kuda akibat Rhinosporodium seeberi. Umumnya kuda yang sering terkena ethmoid hematoma adalah kuda yang telah berumur lebih dari 8 tahun, antara lain kuda jenis Thoroughbred, Arabian, or Warmblood horses. (Pascoe, 2008)
Mikosis saccus gutturalis dapat menyerang satu bahkan kedua sisi saccus gutturalis yang menyebabkan hemoragi secara tiba-tiba dan tanpa gejala. Fungi menyerang dan mengikis dinding arteri (cabang a.carotis interna) penyuplai area saccus gutturalis daerah dorsocaudal dari kompartemen medial saccus gutturalis. Walaupun lesinya juga bisa terlihat sampai ke kompartemen lateral dan menyebabkan terjadinya hemoragi berat.. Invasi fungi pada struktur neurovaskuler dinding saccus gutturalis bisa menimbulkan gejala yang nampak. Walaupun penyebab pasti mikosis saccus gutturalis masih belum diketahui, beberapa fungi terutama Aspergillus (Emericella) nidulans, dapat terisolasi dari lesi yang ada (Pascoe, 2008). Biasanya kondisi ini berakhir dengan ditemukannya hewan mati dalam kolam darah.
Exercise Induced Pulmonary Hemorrhage ( EIPH ) biasanya terjadi pada kuda pacu yang over exercised. Epistaxis terjadi akibat ruptur kapiler pulmo karena perbedaan tekanan ekstrim yang terjadi selama latihan. Kondisi ini tidak mempengaruhi performa kuda, kecuali pada kasus EIPH berat akibat ruptur pada vasa yang lebih besar. Hal ini bisa berakibat fatal.

Faktor sekunder meliputi radang limpa, hipertensi, arteriosclerosis, thrombus, toxicitas obat, nekrosis choncae, gangguan nutrisi, abnormalitas homeostasis. Faktor pendukung lainnya TBC, abnormalitas darah (hemofilis, leukemia, anemia sel sabit, trombositopenia, defisiensi vitamin C,D,K), gangguan homeostasis (pembekuan darah: turunnya faktor IX). Epistaxis juga merupakan gejala klinis yang terjadi pada kasus anthrax, malleus, dan strangles pada kuda, dan distemper serta chronic nasal catarrhal pada anjing.

2.1.3 Patogenesis
Penyebab umum pada epistaxis anterior adalah pecahnya pembuluh darah pada plexus Kiesselbach yang terletak di bagian anterior (depan) nasal septum (bagian yang membagi lubang hidung menjadi dua). Sedangkan epistaxis posterior berasal dari cabang-cabang arteri sfenopalatina yang berada di bagian posterior (belakang) rongga hidung atau nasofaring . Mekanisme pembekuan darah (hemostasis), fungsi trombosit dan faktor pembekuan yang terganggu, serta suhu relatif rendah dengan kelembaban rendah, dan penggunaan obat semprot hidung jangka panjang (dekongestan) dapat juga memicu epistaksis.

2.1.4 Gejala Klinis
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Jika sumber epistaksis dekat dengan lubang hidung, maka darah yang keluar berupa merah terang. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat. Sumber epistaksis yang jauh berada di dalam hidung umumnya mengeluarkan darah yang berwarna merah gelap. Pusing, denyut jantung cepat, dan pernafasan yang dangkal dapat menjadi gejala klinis epistaksis akut.

2.1.5 Diagnosa
Epistaxis akan mudah didiagnosa dari warna darah yang keluar dari satu ataupun kedua nostril untuk menentukan area perdarahan. Namun hal yang sulit adalah menentukan penyebabnya. Penentuan diagnosa bisa dilakukan berdasar gejala kinis, misalnya pada kasus trauma kepala bias terlihat dari adanya tanda-tanda luka dan bengkak di wajah. Diagnosis epistaksis juga dapat dilakukan dengan membuka hidung menggunakan spekulum, kemudian dengan alat pengisap semua kotoran dalam hidung dibersihkan baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.
Sumber perdarahan dicari oleh dokter dengan bantuan alat pengisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang sudah dibasahi dengan obat tertentu dimasukkan ke dalam rongga hidung. Tampon dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapat diketahui apakah sumber perdarahan dari anterior atau posterior. Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior dengan cara yang lebih rumit karena tampon harus dimasukkan ke dalam. Setelah darah berhasil dihentikan, barulah diteliti lebih lanjut penyebabnya. Pemeriksaan tidak bisa hanya berdasarkan darah yang keluar saja sebab tidak akan terdeteksi penyebab yang tepat.
Cara yang lebih pasti bias dengan pemeriksaan radiografi yaitu untuk cek keberadaan fraktur, cairan (darah/pus) pada sinus, perubahan letak struktur jaringan oleh benda asing, abses, juga tumor. Serta pemeriksaan endoskopi pada saluran nafas bagian atas maupun bawah. Pemeriksaan endoskopi dapat lebih akurat menemukan penyebab, tapi akan sulit dilakukan jika darah terlalu banyak. Kasus hemoragi pada sinus nasi bias terlihat melalui endoskopi daerah sinus. Pada kasus EIPH saat diendoskopi akan ditemukan darah di daerah trachea. Sedang pada kasus mikosis saccus gutturalis pemeriksaan endoskopi diarahkan ke area saccus gutturalis.

2.1.6 Patofisiologi

Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada umur yang lebih tua, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada umur yang  lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma.

2.1.7 Pencegahan
Karena munculnya kasus epistaksis yang disebabkan trauma terjadi tanpa dapat diduga, beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka. Peralatan yang melindungi kepala dapat digunakan selama beraktivitas, sehingga diharapkan dapat mengurangi kejadian epistaksis.  Hewan harus dihindarkan seminimal mungkin terhadap trauma yang dapat mengakibatkan epistaksis dan bila terjadi trauma segera dilakukan penanganan. Kasus yang lain seperti bendung lokal dan tumor harus diobati segera.

2.1.8 Pengobatan
Penanganan epistaksis dapat dilakukan dengan cara : membersihkan hidung terlebih dahulu, kemudian memasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon.

2.2 HEMOPTYSIS

2.2.1 Definisi
Hemoptisis merupakan keadaan batuk dengan pengeluaran sputum bercak darah atau pengeluaran darah yang tampak jelas dari dalam traktu respiratorius. Hemoptisis adalah bentuk kegawatan paru yang sering terjadi dan setiap pasien dengan hemoptisis makroskopik harus menjalani evaluasi diagnostic sehingga penyebab yang spesifik ditemukan. Pasien dengan sputum bercak darah juga harus diperiksa sehingga dibuktikan tipe hemoptisis ini disebabkan keadaan yang bening.
Tingkat kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh tiga faktor:
·        Terjadi afiksia akibat bekuan darah di dalam saluran pernapasan. Kejadian ini tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, reflex batuk yang berkurang atau efek psikis pasien.
·        Jumlah darah yang keluar dapat menyebabkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila perdarahan cukup banyak, hemoptisis digolongkan ke dalam hemoptisis masif. 
·        Suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau hari setelah perdarahan akan menyebabkan adanya pneumonia aspirasi. Keadaan ini merupakan keadaan gawat karena bagian jalan napas dan bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi akibat terjadinya obstruksi total.
Sebelum melakukan evaluasi diagnostic untuk mengetahui penyebab hemoptisis, harus dipastikan bahwa darah yang keluar berassal dari traktus respiratorius dan bukan dari nasofaring atau traktus gastrointestinal. Hemoptisis yang berlaku bersamaan dengan hematemesis sulit dibedakan. Pada hemoptisis, gejala prodormal biasanya berupa rasa gatal di tenggorokan atau keinginan untuk batuk, darah dibatukkan keluar. Darah biasanya berwarna merah terang dan berbusa, dapat bercampur sputum, pH biasanya alkali, dan pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan makrofag berisi hemosiderin.

2.2.3 Etiologi
Penyebab utama hemoptisis adalah seperti berikut:
1.      Inflamasi
a.       Bronkitis, Tuberculosis
b.      Bronkoektasis, Fibrosis kistik
c.       Abses paru
d.      Pneumonia, terutama Klebsiella
e.       Emboli paru septic
f.        Penyakit parenkimal akibat jamur atau parasit
2.      Neoplasma
a.       Kanker paru: sel skuamosa, adenokarsinoma, sel oat
b.      Adenoma bronkial
3.      Lain-lain
a.       Tromboemboli paru, Stenosis mitral, Gagal jantung kiri
b.      Trauma trakeobronkial, termasuk benda asing dan benturan paru
c.       Bronkolitiasis, Fistula bronkovaskuler
d.      Hipertensi pulmonalis primer, malformasi arteriovenosa, Sindrom Eisenmenger
e.       Hemosiderosis paru idiopatik
f.        Vaskulitis paru termasuk Granulomatosa Wegener, Sindrom Goodpasture, penyakit jaringan ikat
g.       Diatesis hemoragik termasuk terapi antikoagulonsia

Dua keadaan harus disoroti dengan referensi pada penyakit yang disertai hemoptysis :
·        Hemoptisis jarang ditemukan pada karsinoma yang bermetastatik ke paru
·        Meskipun hemoptisis dapat terjadi pada beberapa waktu selama perjalanan pneumonia pnemokok atau virus, kejadiannya tidak begitu sering dan harus menimbulkan pertanyaan pada kemungkinan proses primer yang lebih serius. 

2.2.4 Pathofosiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untu pertukaran gas.
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah seperti berikut (Wolf,1977):
1.      Radang mukosa
-        Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2.      Infark paru
-        Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau inflasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur
3.      Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
-        Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminal seperti pada dekompensasi kordis kiri akut dan mitral stenosis. Pada mitral stenosis, perdarahan dapat terjadi akibat pelebaran vena bronkialis
4.      Kelainan membran alveolokapiler
-        Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpastures syndrome
5.      Perdarahan kavitas tuberculosis
-        Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberculosis, yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pads bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif

2.2.5 Diagnosis
Sejarah dan Pengamatan Fisik Sebelum melakukan pengobatan terhadap hemoptysis, perlu dilakukan lokalisasi dari sumber perdarahan. Ludah yang bercampur darah disebabkan karena perdarahan pada nasoparing, respirasi atau gastrointestinal. Pertanyaan yang teliti pada pemilik akan membantu diagnosis. Bersih yang persisten dan parah dengan nasal discharge bercampur darah sebelum hemoptysis sebagai indikasi kerusakan terjadi pada rongga hidung. Sejarah dengan batuk berat dan dispnea sebagai indikasi kerusakan pada saluran nafas. Pengamatan fisik dilakukan secara menyeluruh pada semua organ yang meliputi rongga mulut, dan nasoparing. Auskultasi torak untuk konfirmasi terjadinya gangguan jantung.
·        Hemoptisis yang rekuren dan kronik pada perempuan muda yang asimptomatik mendukung kemungkinan diagnosis adenoma bronchial.
·        Hemoptisis dengan produksi sputum yang kronik dan mencolok disertaipemeriksaan Rontgen dengan gambaran tram lines dan pembentukan kista menunjukkan kemungkinan diagnosis bronkiektasis.
·        Produksi sputum yang berbau busuk menunjukkan kemungkinan abses paru.
·        Penurunan berat badan dan anoreksia pada laki-laki perokok menimbulkan kecurigaan kemungkinan karsinoma paru.
·        Riwayat trauma tumpul yang baru terjadi pada dada menunjukkan kemungkinan kontusio paru. Apabila terdapat nyeir pleuritik akut pada dada menimbulkan kecurigaan kemungkinan emboli paru dengan infark jaringan paru atau lesi paru yang mengenai pleura lainnya (abses paru, kavitas koksidioidomikosis serta vaskulitis). Riwayat kelainan perdarahan dan penggunaan obat antikoagulasi harus dicari.
·        Bila ditemukan pleural friction rub pada auskultasi, kemungkinan diagnosis yang sehubungan dengan nyeri pleuritik.
·        Temuan hipertensi pulmonal menimbulkan kecurigaan kemungkinan hipertensi pulmonal primer, stenosis mitralis, tromboembolisme yang rekuren atau kronik, atau sindrom Eisenmenger.
·        Suara wheezing terlakalisir di daerah saluran napas lobus yang besar menunjukkan kemungkinan lesi intramural seperti karsinoma bronkogenik atau benda asing.
·        Suara bising atau murmur pada kedua lapangan paru menunjukkan kemungkinan diagnosis penyakit Osler-Rendu-Weber dengan malformasi arteriovenosa pulmonalis.
·        Bukti adanya obstruksi ekspiratorik yang signifikan pada aliran udara pernapasan dengan disertai pembentukan sputum menunjukkan pasien menderita bronchitis.
·        Rontgen toraks sangat penting untuk mengenali penyebab hemoptisis:
-        Bayangan bulatan-bulatan kecil pada foto toraks mendukung kemungkinan bronkiektasis
-        Gambaran air fluid level menunjukkan kemungkinan diagnosis abses paru
-        Pembesaran atrium kiri didiagnosis stenosis mitralis
-        Lesi yang berupa massa didiagnosis sebagai neoplasma pada sentral atau perifer paru. Apabila lesi disertai gejala hemoptisis, harus dibedakan dengan gambaran pneumotitis darah yang disebabkan aspirasi darah ke dalam daerah berhubungan.
-        Apabila foto toraks memberikan gambaran normal, saluran pernapasan menjadi sumber perdarahan
·        Pada pasien tanpa perdarahan aktif, foto Rontgen harus disertai pemeriksaan CT scan dan diikuti bronkoskopi. Bronkoskopi rigid memungkinkan visualisasi saluran napas yang lebih sentral. Bronkoskopi dapat dipakai untuk:
-        Menegakkan keberadaan bronkiektasis yang terlokalisir (termasuk lobus paru yang mengalami sekuestrasi)
-        Menyingkirkan kemungkinan bronkiektasis yang lebih menyeluruh pada pasien dengan penyakit terlokalisir dan dianggap calon untuk pembedahan.
·        Tes PPD dan pemeriksaan untuk menemukan basil tahan asam (BTA) juga harus dilakukan pada sputum.

2.2.6 Evaluasi Laboratorium
Evaluasi laboratorium dilakukan jika hemoptysis tidak massive dan mengancam jiwa pasien, dan pemeriksaan dikonfirmasi dengan radiografi. Pemeriksaan laboratorium meliputi hitung darah lengkap, platelet, biokimia serum, urinalisis, uji cacing jantung, pembekuan darah, analisis gas darah, electrocardiogram, transtracheal wash, bronchoscopi, dan sampel aspirasi. Pada hemoptysis yang mengancam jiwa pasien, pemeriksaan laboratorium ditunda sampai kondisi pasien stabil.

2.2.7 Terapi simtomatis
Untuk hemoptysis ringan dan tidak mengancam jiwa pasien pengobatan simtomatis dapat dilakukan dengan pemberian supressant batuk, dan bronchodilatator. Pasien harus dijaga supaya tetap tenang, dibantu dengan pemberian obat penenang. Pada pasien hemoptysis yang terancam jiwanya, tindakan emergensi harus dilakukan untuk membantu jiwa pasien. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu sirkulasi udara tetap lancar, restoring volume darah, tindakan bedah untuk menghentikan perdarahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar