BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
EPITAKSIS
2.1.1 Definisi
Hidung berdarah ( Kedokteran
: epistaksis atau Inggris : epistaxis ) atau mimisan adalah satu
keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah. Mimisan, baik yang bersifat menetes ( epistaxis ) maupun mengalir ( rhinorhagia ), secara harafiah berarti pendarahan hidung. Dalam pengertian sehari-hari semua perdarahan yang melalui rongga hidung, tanpa memandang asalnya, disebut mimisan.
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah. Mimisan, baik yang bersifat menetes ( epistaxis ) maupun mengalir ( rhinorhagia ), secara harafiah berarti pendarahan hidung. Dalam pengertian sehari-hari semua perdarahan yang melalui rongga hidung, tanpa memandang asalnya, disebut mimisan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior ( depan ) dan
posterior ( belakang ). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian
depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach.
Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui
cabang arteri sfenopalatina ( merupakan tipe yang biasa terjadi ).
2.1.2 Etiologi
Kasus epistaxis pada hewan besar
banyak dijumpai pada kuda. Epistaxis sendiri dapat disebabkan oleh faktor
primer dan faktor sekunder. Faktor primer meliputi trauma kepala, abses pada
septum nasi, sinus nasi, dan pharynx, adanya benda asing yang melukai vasa
darah, sinusitis, tumor, mikosis saccus gutturalis, dan EIPH. Trauma kepala
bisa terjadi akibat benturan kepala ke dinding kandang, terjatuh, yaitu
kelukaan akibat pemasukan alat bantu ke dalam atau melalui cavum nasi. Trauma
ini menyebabkan membran mukosa dan atau os turbinata terluka. Biasanya disertai
dengan fraktur dan kebengkakan pada daerah yang terluka. Kondisi akan nampak
lebih parah jika hewan menundukkan kepala.
Adanya abses di septum nasi, sinus
nasi, maupun pharynx bisa menyebabkan hemoragi, baik unilateral maupun
bilateral. Pada saat makan, terkadang makanan yang masuk juga bisa melukai
pembuluh darah sehingga menyebabkan hemoragi. Pada kasus sinusitis, terjadi
pengikisan pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, dan biasanya disertai
dengan pus yang sama banyak dengan jumlah darah yang keluar. Pada domba
epistaxis biasanya disebabkan oleh infeksi larva Oestrus ovis.
Tumor biasanya terjadi pada saluran
nafas bagian atas, antara lain polip nasal, ethmoid hematoma, squamous cell
carcinoma, granuloma pada sapi dan kuda akibat Rhinosporodium seeberi.
Umumnya kuda yang sering terkena ethmoid hematoma adalah kuda yang telah
berumur lebih dari 8 tahun, antara lain kuda jenis Thoroughbred, Arabian, or
Warmblood horses. (Pascoe, 2008)
Mikosis saccus gutturalis dapat
menyerang satu bahkan kedua sisi saccus gutturalis yang menyebabkan hemoragi
secara tiba-tiba dan tanpa gejala. Fungi menyerang dan mengikis dinding arteri
(cabang a.carotis interna) penyuplai area saccus gutturalis daerah
dorsocaudal dari kompartemen medial saccus gutturalis. Walaupun lesinya juga
bisa terlihat sampai ke kompartemen lateral dan menyebabkan terjadinya hemoragi berat.. Invasi fungi
pada struktur neurovaskuler dinding saccus gutturalis bisa menimbulkan gejala
yang nampak. Walaupun penyebab pasti mikosis saccus gutturalis masih belum
diketahui, beberapa fungi terutama Aspergillus (Emericella) nidulans,
dapat terisolasi dari lesi yang ada (Pascoe, 2008). Biasanya kondisi ini berakhir dengan ditemukannya hewan mati
dalam kolam darah.
Exercise Induced Pulmonary
Hemorrhage ( EIPH ) biasanya terjadi pada kuda pacu yang over exercised.
Epistaxis terjadi akibat ruptur kapiler pulmo karena perbedaan tekanan ekstrim
yang terjadi selama latihan. Kondisi ini tidak mempengaruhi performa kuda,
kecuali pada kasus EIPH berat akibat ruptur pada vasa yang lebih besar. Hal ini
bisa berakibat fatal.
Faktor sekunder meliputi radang
limpa, hipertensi, arteriosclerosis, thrombus, toxicitas obat, nekrosis
choncae, gangguan nutrisi, abnormalitas homeostasis. Faktor pendukung lainnya
TBC, abnormalitas darah (hemofilis, leukemia, anemia sel sabit,
trombositopenia, defisiensi vitamin C,D,K), gangguan homeostasis (pembekuan
darah: turunnya faktor IX). Epistaxis juga merupakan gejala klinis yang terjadi
pada kasus anthrax, malleus, dan strangles pada kuda, dan distemper serta
chronic nasal catarrhal pada anjing.
2.1.3 Patogenesis
Penyebab umum pada epistaxis anterior
adalah pecahnya pembuluh darah pada plexus Kiesselbach yang terletak di
bagian anterior (depan) nasal septum (bagian yang membagi lubang hidung menjadi
dua). Sedangkan epistaxis posterior berasal
dari cabang-cabang arteri sfenopalatina yang berada di bagian posterior
(belakang) rongga hidung atau nasofaring . Mekanisme pembekuan darah
(hemostasis), fungsi trombosit dan faktor pembekuan yang terganggu, serta suhu
relatif rendah dengan kelembaban rendah, dan penggunaan obat semprot hidung
jangka panjang (dekongestan) dapat juga memicu epistaksis.
2.1.4 Gejala Klinis
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas
berupa perdarahan dari lubang hidung. Jika sumber epistaksis dekat dengan
lubang hidung, maka darah yang keluar berupa merah terang. Epistaksis posterior
seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah
darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat. Sumber epistaksis yang
jauh berada di dalam hidung umumnya mengeluarkan darah yang berwarna merah
gelap. Pusing, denyut jantung
cepat, dan pernafasan yang dangkal dapat menjadi gejala klinis epistaksis akut.
2.1.5 Diagnosa
Epistaxis akan mudah didiagnosa dari
warna darah yang keluar dari satu ataupun kedua nostril untuk menentukan area
perdarahan. Namun hal yang sulit adalah menentukan penyebabnya. Penentuan
diagnosa bisa dilakukan berdasar gejala kinis, misalnya pada kasus trauma
kepala bias terlihat dari adanya tanda-tanda luka dan bengkak di wajah. Diagnosis
epistaksis juga dapat dilakukan dengan membuka hidung menggunakan spekulum,
kemudian dengan alat pengisap semua kotoran dalam hidung dibersihkan baik
cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua
lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor
penyebab perdarahan.
Sumber perdarahan dicari oleh dokter
dengan bantuan alat pengisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah.
Kemudian tampon kapas yang sudah dibasahi dengan obat tertentu dimasukkan ke
dalam rongga hidung. Tampon dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapat
diketahui apakah sumber perdarahan dari anterior atau posterior. Untuk
menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior dengan
cara yang lebih rumit karena tampon harus dimasukkan ke dalam. Setelah darah
berhasil dihentikan, barulah diteliti lebih lanjut penyebabnya. Pemeriksaan
tidak bisa hanya berdasarkan darah yang keluar saja sebab tidak akan terdeteksi
penyebab yang tepat.
Cara yang lebih pasti bias dengan
pemeriksaan radiografi yaitu untuk cek keberadaan fraktur, cairan (darah/pus)
pada sinus, perubahan letak struktur jaringan oleh benda asing, abses, juga
tumor. Serta pemeriksaan endoskopi pada saluran nafas bagian atas maupun bawah.
Pemeriksaan endoskopi dapat lebih akurat menemukan penyebab, tapi akan sulit
dilakukan jika darah terlalu banyak. Kasus hemoragi pada sinus nasi bias
terlihat melalui endoskopi daerah sinus. Pada kasus EIPH saat diendoskopi akan
ditemukan darah di daerah trachea. Sedang pada kasus mikosis saccus gutturalis
pemeriksaan endoskopi diarahkan ke area saccus gutturalis.
2.1.6 Patofisiologi
Pemeriksaan
arteri kecil dan sedang pada umur yang lebih tua, terlihat perubahan progresif
dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan
tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet
menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi
pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan
perdarahan yang banyak dan lama. Pada umur yang
lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya
epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh
darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma.
2.1.7 Pencegahan
Karena
munculnya kasus epistaksis yang disebabkan trauma terjadi tanpa dapat diduga, beberapa
hal dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka. Peralatan yang melindungi
kepala dapat digunakan selama beraktivitas, sehingga diharapkan dapat
mengurangi kejadian epistaksis. Hewan
harus dihindarkan seminimal mungkin terhadap trauma yang dapat mengakibatkan
epistaksis dan bila terjadi trauma segera dilakukan penanganan. Kasus yang lain
seperti bendung lokal dan tumor harus diobati segera.
2.1.8 Pengobatan
Penanganan epistaksis dapat dilakukan
dengan cara : membersihkan hidung terlebih dahulu, kemudian memasukkan kapas
yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau
larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung
untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi. Obat-obatan, misalnya aspirin,
fenil butazon.
2.2 HEMOPTYSIS
2.2.1 Definisi
Hemoptisis merupakan keadaan batuk
dengan pengeluaran sputum bercak darah atau pengeluaran darah yang tampak jelas
dari dalam traktu respiratorius. Hemoptisis adalah bentuk kegawatan paru yang
sering terjadi dan setiap pasien dengan hemoptisis makroskopik harus menjalani
evaluasi diagnostic sehingga penyebab yang spesifik ditemukan. Pasien dengan
sputum bercak darah juga harus diperiksa sehingga dibuktikan tipe hemoptisis ini
disebabkan keadaan yang bening.
Tingkat
kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh tiga faktor:
·
Terjadi afiksia akibat bekuan darah di
dalam saluran pernapasan. Kejadian ini tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi, reflex batuk yang berkurang atau efek psikis pasien.
·
Jumlah darah yang keluar dapat
menyebabkan renjatan hipovolemik (hypovolemic
shock). Bila perdarahan cukup banyak, hemoptisis digolongkan ke dalam
hemoptisis masif.
·
Suatu infeksi yang terjadi beberapa jam
atau hari setelah perdarahan akan menyebabkan adanya pneumonia aspirasi.
Keadaan ini merupakan keadaan gawat karena bagian jalan napas dan bagian
fungsionil paru tidak dapat berfungsi akibat terjadinya obstruksi total.
Sebelum melakukan evaluasi diagnostic
untuk mengetahui penyebab hemoptisis, harus dipastikan bahwa darah yang keluar
berassal dari traktus respiratorius dan bukan dari nasofaring atau traktus
gastrointestinal. Hemoptisis yang berlaku bersamaan dengan hematemesis sulit
dibedakan. Pada hemoptisis, gejala prodormal biasanya berupa rasa gatal di
tenggorokan atau keinginan untuk batuk, darah dibatukkan keluar. Darah biasanya
berwarna merah terang dan berbusa, dapat bercampur sputum, pH biasanya alkali,
dan pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan makrofag berisi hemosiderin.
2.2.3 Etiologi
Penyebab utama hemoptisis adalah seperti
berikut:
1. Inflamasi
a. Bronkitis,
Tuberculosis
b. Bronkoektasis,
Fibrosis kistik
c. Abses
paru
d. Pneumonia,
terutama Klebsiella
e. Emboli
paru septic
f.
Penyakit parenkimal akibat jamur atau
parasit
2. Neoplasma
a. Kanker
paru: sel skuamosa, adenokarsinoma, sel oat
b. Adenoma
bronkial
3.
Lain-lain
a.
Tromboemboli paru, Stenosis mitral, Gagal
jantung kiri
b.
Trauma trakeobronkial, termasuk benda
asing dan benturan paru
c.
Bronkolitiasis, Fistula bronkovaskuler
d.
Hipertensi pulmonalis primer, malformasi
arteriovenosa, Sindrom Eisenmenger
e.
Hemosiderosis paru idiopatik
f.
Vaskulitis paru termasuk Granulomatosa
Wegener, Sindrom Goodpasture, penyakit jaringan ikat
g.
Diatesis hemoragik termasuk terapi
antikoagulonsia
Dua
keadaan harus disoroti dengan referensi pada penyakit yang disertai hemoptysis :
·
Hemoptisis jarang ditemukan pada
karsinoma yang bermetastatik ke paru
·
Meskipun hemoptisis dapat terjadi pada
beberapa waktu selama perjalanan pneumonia pnemokok atau virus, kejadiannya
tidak begitu sering dan harus menimbulkan pertanyaan pada kemungkinan proses
primer yang lebih serius.
2.2.4 Pathofosiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru
akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang
berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan
arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untu pertukaran gas.
Mekanisme terjadinya batuk darah
adalah seperti berikut (Wolf,1977):
1. Radang mukosa
-
Pada
trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi
rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan
batuk darah.
2. Infark paru
-
Biasanya
disebabkan oleh emboli paru atau inflasi mikroorganisme pada pembuluh darah,
seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau
kapiler
-
Distensi
pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminal seperti pada
dekompensasi kordis kiri akut dan mitral stenosis. Pada mitral stenosis,
perdarahan dapat terjadi akibat pelebaran vena bronkialis
4. Kelainan membran alveolokapiler
-
Akibat
adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpastures syndrome
5. Perdarahan kavitas tuberculosis
-
Pecahnya
pembuluh darah dinding kavitas tuberculosis, yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah
bronkial. Perdarahan pads bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah
cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh
darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif
2.2.5 Diagnosis
Sejarah dan Pengamatan Fisik Sebelum
melakukan pengobatan terhadap hemoptysis, perlu dilakukan lokalisasi dari
sumber perdarahan. Ludah yang bercampur darah disebabkan karena perdarahan pada
nasoparing, respirasi atau gastrointestinal. Pertanyaan yang teliti pada
pemilik akan membantu diagnosis. Bersih yang persisten dan parah dengan nasal
discharge bercampur darah sebelum hemoptysis sebagai indikasi kerusakan terjadi
pada rongga hidung. Sejarah dengan batuk berat dan dispnea sebagai indikasi
kerusakan pada saluran nafas. Pengamatan fisik dilakukan secara menyeluruh pada
semua organ yang meliputi rongga mulut, dan nasoparing. Auskultasi torak untuk
konfirmasi terjadinya gangguan jantung.
·
Hemoptisis yang rekuren dan kronik pada
perempuan muda yang asimptomatik mendukung kemungkinan diagnosis adenoma
bronchial.
·
Hemoptisis dengan produksi sputum yang
kronik dan mencolok disertaipemeriksaan Rontgen dengan gambaran tram lines dan pembentukan kista
menunjukkan kemungkinan diagnosis bronkiektasis.
·
Produksi sputum yang berbau busuk
menunjukkan kemungkinan abses paru.
·
Penurunan berat badan dan anoreksia pada
laki-laki perokok menimbulkan kecurigaan kemungkinan karsinoma paru.
·
Riwayat trauma tumpul yang baru terjadi
pada dada menunjukkan kemungkinan kontusio paru. Apabila terdapat nyeir
pleuritik akut pada dada menimbulkan kecurigaan kemungkinan emboli paru dengan
infark jaringan paru atau lesi paru yang mengenai pleura lainnya (abses paru,
kavitas koksidioidomikosis serta vaskulitis). Riwayat kelainan perdarahan dan
penggunaan obat antikoagulasi harus dicari.
·
Bila ditemukan pleural friction rub pada auskultasi, kemungkinan diagnosis yang
sehubungan dengan nyeri pleuritik.
·
Temuan hipertensi pulmonal menimbulkan
kecurigaan kemungkinan hipertensi pulmonal primer, stenosis mitralis,
tromboembolisme yang rekuren atau kronik, atau sindrom Eisenmenger.
·
Suara wheezing terlakalisir di daerah
saluran napas lobus yang besar menunjukkan kemungkinan lesi intramural seperti
karsinoma bronkogenik atau benda asing.
·
Suara bising atau murmur pada kedua lapangan paru menunjukkan kemungkinan diagnosis
penyakit Osler-Rendu-Weber dengan malformasi arteriovenosa pulmonalis.
·
Bukti adanya obstruksi ekspiratorik yang
signifikan pada aliran udara pernapasan dengan disertai pembentukan sputum
menunjukkan pasien menderita bronchitis.
·
Rontgen toraks sangat penting untuk mengenali
penyebab hemoptisis:
-
Bayangan bulatan-bulatan kecil pada foto
toraks mendukung kemungkinan bronkiektasis
-
Gambaran air fluid level menunjukkan kemungkinan diagnosis abses paru
-
Pembesaran atrium kiri didiagnosis
stenosis mitralis
-
Lesi yang berupa massa didiagnosis
sebagai neoplasma pada sentral atau perifer paru. Apabila lesi disertai gejala
hemoptisis, harus dibedakan dengan gambaran pneumotitis darah yang disebabkan
aspirasi darah ke dalam daerah berhubungan.
-
Apabila foto toraks memberikan gambaran
normal, saluran pernapasan menjadi sumber perdarahan
·
Pada pasien tanpa perdarahan aktif, foto
Rontgen harus disertai pemeriksaan CT scan dan diikuti bronkoskopi. Bronkoskopi
rigid memungkinkan visualisasi saluran napas yang lebih sentral. Bronkoskopi
dapat dipakai untuk:
-
Menegakkan keberadaan bronkiektasis yang
terlokalisir (termasuk lobus paru yang mengalami sekuestrasi)
-
Menyingkirkan kemungkinan bronkiektasis
yang lebih menyeluruh pada pasien dengan penyakit terlokalisir dan dianggap
calon untuk pembedahan.
·
Tes PPD dan pemeriksaan untuk menemukan
basil tahan asam (BTA) juga harus dilakukan pada sputum.
2.2.6 Evaluasi Laboratorium
Evaluasi laboratorium dilakukan jika
hemoptysis tidak massive dan mengancam jiwa pasien, dan pemeriksaan
dikonfirmasi dengan radiografi. Pemeriksaan laboratorium meliputi hitung darah
lengkap, platelet, biokimia serum, urinalisis, uji cacing jantung, pembekuan
darah, analisis gas darah, electrocardiogram, transtracheal wash,
bronchoscopi, dan sampel aspirasi. Pada hemoptysis yang mengancam jiwa pasien,
pemeriksaan laboratorium ditunda sampai kondisi pasien stabil.
2.2.7 Terapi simtomatis
Untuk hemoptysis ringan dan tidak
mengancam jiwa pasien pengobatan simtomatis dapat dilakukan dengan pemberian
supressant batuk, dan bronchodilatator. Pasien harus dijaga supaya tetap
tenang, dibantu dengan pemberian obat penenang. Pada pasien hemoptysis
yang terancam jiwanya, tindakan emergensi harus dilakukan untuk membantu jiwa
pasien. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu sirkulasi udara tetap lancar,
restoring volume darah, tindakan bedah untuk menghentikan perdarahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar